Liburan akhir minggu saya dan keluarga kali ini berkunjung ke kota Cirebon, Jawa Barat. Dari Jakarta kami berangkat Jum’at malam jam 22.00 WIB dan sampai di kota Cirebon melalui tol Cipali jam 01.00 WIB. Malam itu kami menginap di hotel Luxton yang terletak di tengah kota.
Kota Cirebon tidak seperti yang saya bayangkan sebelumnya karena kota Cirebon tidak terlalu populer dibandingkan kota Bandung. Kota Cirebon setelah adanya tol Cipali mengalami peningkatan jumlah wisatawan dengan buktinya banyak dibangun hotel hotel besar dan makanan cepat saji. Kota Cirebon sekarang menjadi salah satu destinasi wisata terdekat dari Jakarta setelah Bogor dan Bandung, sekarang hanya butuh waktu 3~4 Jam dengan mobil kita sudah sampai di kota Cirebon dan lebih cepat lagi dengan kereta api yang telah bagus sarananya menjadikan kota Cirebon kota tujuan wisata budaya dan sejarah di Jawa Barat.
Kota Cirebon terkenal dengan Keraton, Batik dan makanannya sehingga tempat ini layak untuk dikunjungi. Wisata kami ke kota Cirebon dengan target wisata budaya dan sejarah yaitu Keraton Kasepuhan Cirebon. Keraton Kasepuhan tidak terlalu jauh dari hotel kami menginap. Kami datang ke Keraton Kasepuhan karena ingin tau ada apa saja yang ada disana. Keraton Kasepuhan tidak terlalu besar seperti keraton di Jogjakarta. Di depan keraton Kasepuhan terdapat Masjid Agung Cirebon.
Saya datang ke Keraton Kasepuhan jam 15.00 WIB dihari Sabtu. Saat saya datang ke sana saya harus membayar tiket masuk sebesar Rp. 20.000/orang untuk wisatawan lokal. Harga tiket masuk dibedakan antara wisatawan lokal dengan wisatawan asing, untuk wisatawan asing sebesar Rp.70.000/orang sedangkan pelajar Rp. 15.000/orang. Kami ditemani oleh seorang pemandu wisata yang juga merupakan abdi dalem Keraton Kesepuhan. Beliau menjelaskan dari awal gerbang hingga tempat singgasana raja.
Setelah masuk kedalam Keraton Kasepuhan saya sudah merasakan nuansa kerajaan dijaman sunan. Gapura dari batu bata merah menjadi khas keraton ini dengan hiasan piring keramik dari Eropa dan Cina yang tertempel di dinding gapura.
Keraton Kasepuhan merupakan peralihan Hindu ke Islam di Cirebon, terlihat dari bentuk gapuranya yang sama seperti pura. Didalam area keraton ada beberapa pendopo. Didalam area keraton dilapisin dua tembok gapura yaitu Gapura Siti Inggil dan Gapura Lonceng. Gapura Siti Inggil adalah gapura paling depan sedangkan Gapura Lonceng gapura terakhir sebelum istana raja. Bangunan ini bernama Siti Inggil atau dalam bahasa Cirebon sehari-harinya adalah lemah duwur yaitu tanah yang tinggi. Sesuai dengan namanya bangunan ini memang tinggi dan nampak seperti kompleks candi pada zaman Majapahit. Bangunan ini didirikan pada tahun 1529, pada masa pemerintahan Syekh Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati). Siti Inggil memiliki dua gapura dengan motif bentar bergaya arsitek zaman Majapahit. (Wikipedia)
Di tengah komplek keraton Kasepuhan terdapat Taman Dewandaru, berukuran 20 m2, Taman ini dikenal dengan nama taman Bunderan Dewandaru karena bentuknya yang melingkar, filosofi dari taman ini adalah bentuknya yang bulat melingkar tanpa terputus mengartikan keseluruhan, nama Dewandaru / Dewadaru yang merupakan bahasa Cirebon dapat diartikan sebagai Pinus Dewadaru dalam bahasa Indonesia, pohon Pinus Dewadaru sendiri terkait dengan kisah Rahwana yang menculik dewi Shinta dan bersembunyi di dalam hutan-hutan gelap yang banyak ditumbuhi pohon Lodra, Padmaka dan Dewadaru. Di dalam tradisi hindu, hutan yang banyak ditumbuhi pohon Dewadaru biasa digunakan para petapa untuk memohon berkah Siwa. Namun dalam persfektif Cirebon makna Taman Dewandaru yang berbentuk lingkaran adalah sebagai sebuah pangeling (bahasa Indonesia : pengingat) agar manusia selalu mencari mereka yang masih tinggal di dalam kegelapan lalu membawanya keluar dari sana menuju jalan yang terang yang diberkahi Allah swt. Pada taman ini juga terdapat pohon Soko (lambang suka hati), dua buah patung macan putih (lambang keluarga besar Pajajaran), meja dan dua buah bangku serta sepasang meriam yang dinamakan meriam Ki Santomo dan Nyi Santoni (Wikipedia).
Saya diajak oleh pemandu untuk masuk dalam istana raja berwarna putih dan di area lobby istana saya melihat silsilah Keraton Kasepuhan Cirebon.
Saya juga melihat ruang rapat raja dan kursi raja yang masih sering dipergunakan dalam acara acara penting misalnya tamu negara. Kursi raja yang berwarna kuning emas lengkap dengan kursi para abdi dalem Keraton Kasepuhan. Ruangan ini tidak dibuka untuk umum jadi pengunjung hanya melihat dari jendela saja.
Didalam Keraton Kasepuhan ini ada 2 museum yang menyimpan benda-benda sejarah yang disimpan rapih. Meseum yang pertama adalah Museum Benda Kuno yang menyimpan benda-benda koleksi kerajaan dan museum yang kedua museum Kereta Singa Barong.
Museum yang letaknya berseberangan ini menjadi daya tarik dari Keraton Kasepuhan ini.
Museum Kereta Singa Barong adalah tempat penyimpanan Kereta Raja yang berbentuk singa dengan sayap. Didalam museum ini ada dua Kereta Singa Barong dimana yang pertama adalah Kereta Singa Barong yang Asli sedangkan yang kedua adalah duplikatnya. Kereta Singa Barong ini pernah di pakai oleh Presiden RI Joko Widodo saat diarak dari Monas menuju istana presiden di Jakarta.
Selain Kereta Singo Barong di museum ini ada yang menarik perhatian saya yaitu lukisan Prabu Siliwangi. Lukisan ini adalah lukisan 3D jika diperhatikan lukisan ini akan selalu memandangi kita terus meski kita pindah posisi berdiri.
Selain itu di museum Kereta Singo Barong terdapat alat musik gamelan peninggalan Sunan dan berasal dari Banten dan Cirebon.
Lanjut ke museum Benda Kuno, museum ini menyimpan barang-barang koleksi kerajaan dan barang rampasan saat perang. Barang-barang di museum ini tersimpan rapi didalam lemari kaca.
Barang-barang di museum ini tidak hanya dari Cirebon tapi dari luar negeri pemberian dari negara lain untuk raja Cirebon seperti Cina, India, Turki, Perancis, Belanda. Di museum Benda Kuno terdapat rompi prajurit Belanda yang dirampas saat perjuangan dulu. Rompi besi yang mirip di film-film kolosal jaman romawi.
Keraton Kasepuhan Cirebon dibangun tahun 1529 M oleh Pangeran Mas Zainul Arifin. Keraton ini dulunya sebut dengan keraton Pakungwati. Sebutan Pakungwati berasal dari nama Ratu Dewi Pakungwati binti Pangeran Cakrabuana yang menikah dengan Sunan Gunung Jati.
Didepan istana terdapat Batu kota dengan tinggi kira-kira 50 em yang melambang Allah SWT yang satu, batu itu disebut Tugu Manunggal.
Didalam komplek Keraton Kasepuhan Cirebon terdapat beberapa sumur tua yang hingga kini masih dipakai diantaranya Sumur Kemandungan dan Sumur Agung
Sumur Agung adalah lokasi terakhir yang kami liat, saya dan istri saya dipersilahkan merasakan air dari Sumur Agung ini untuk berwudhu sebelum shalat Ashar. Air dari Sumur Agung ini dipercaya sama dengan air zam-zam dan sumur ini belum pernah kering. Menurut pemandu wisata kami air Sumur Agung ini dipakai untuk mandi para keluarga raja dan ainya di alirkan ke kolam tempat para putri bermain. Sumur Agung atau Sumur Bandung yang ada di Keraton Kasepuhan ini sudah ada sejak tahun 1529 M. Saya dan istri saya juga berkesempatan shalat Ashar di musola didalam komplek keraton… pengalaman yang mengesankan karena melihat, mencoba dan berada di lokasi bersejarah.
Wisata Budaya dan Sejarah di Cirebon sangat mengesankan loh.. jadi tau sejarah leluhur sendiri. Yuuk datang ke tempat bersejarah di Cirebon dan pastikan mencoba makan khasnya yaaa… mantap deh.
Pengambilan (Copy paste) tulisan dan foto yang ada di dalam artikel ini tanpa ijin atau tanpa menjelaskan sumber (backlink) adalah hal yang tidak terpuji.
Penulis
Ade Haris S (lalerijo.com)
“Semua tempat berkesan”
Note :
Data diambil dari Wikipedia